"Dia kan punya kebutuhan untuk mengendalikan emosi, memperbaiki perilaku, atau mengisi spiritualnya yang kosong," tambahnya.
lbu Nuryani lalu menghimpun berbagai data dari internet dan buku-buku sampai ia mendapatkan satu alamat di Malaysia.
Segera lbu Nuryani mengirim anaknya ke Yayasan Pengasih di Kuala Lumpur, Malaysia, selama satu tahun.
Informasi yang didapatnya pun disebarluaskan lewat media massa.
Banyak orang tua yang anaknya korban narkoba menghubunginya.
"Saya tekankan kepada mereka agar tida menganggap itu sebagai aib yang harus ditutup-tutupi.
Akhirnya, karena kami sering berkumpul, timbullah ide untuk membentuk yayasan serupa di sini," ungkapnya.
EM 48 terapi komunitas Bangunannya biasa-biasa saja, tetapi halamannya cukup luas.
Saya sempat stres Mau diapakan lagi di sini? Saya tak berani banyak bicara dengan mereka.
Kalau bukan sesama pemakai, biasanya pem- bicaraan tidak akan nyambung Di sini, sedikit demi sedikit mental saya dibenahi.
Caranya, saya diberi tanggung jawab untuk melakukan beberapa pekerjaan, seperti menyapu, mengepel, membersihkan ruangan, memasang seprei atau mencuci peralatan makan.
Pekerjaan itu akan dinilai oleh para senior yang juga bekas pecandu.
Jika dalam mengerjakan pekerjaan itu saya membuat kesalahan, mereka akan memberitahukan cara yang benar.
Semula saya berpikir di tempat seperti ini hanya akan bertahan paling lama satu setengah bulan.
Tetapi ketika saya mengatakan akan pulang, seorang teman bernama Sisi yang usianya baru 15 tahun malah menasihati.
"Untuk apa pulang? Nanti Mbak Karin bertemu dengan bandar lagi dan pasti ingin mengisap putaw lagi.
Di sini, Mbak bisa berbagi cerita dengan kami.
Bisa mengeluarkan unek-unek.
Kami pasti akan membantu.
Mbak harus sembuh, lupakan putaw.
Mbak harus sayang sama keluarga," katanya.
Ada semacam optimisme yang ditawarkan oleh Sisi yang membuat saya terus berpikir dan segera menetapkan hati.
"Saya harus sembuh.
Mereka bisa, mengapa saya tidak?" Begitu pula saat sakaw, mereka terus menuntut saya agar tetap sibuk, atau mengajak shalat bersama.
"Sujudlah sambil minta pertolongan kepada Allah agar kamu dijauhi dari rasa sakaw," kata seorang teman yang lain.
Itulah doa yang sering 49 Pengobalan alternali saya ucapkan di sini.
Sebait doa yang sebelumnya tidak pernah saya ucapkan.
Diberdayakan oleh Teman Senasib Setelah komunikasi dengan residen yang lain terjalin, saya jadi bersemangat.
Bukan hanya mengerjakan pekerjaan harian, tetapi juga bersemangat untuk berkumpul, bertukar pikiran, dan berbagi pengalaman.
Setiap pagi, pukul 08.00 sampai dengan 09.00 kami (kira-kira 20 orang) dikumpulkan di ruangan yang agak besar.
Pada sesi ini, kami boleh berbicara dari hati ke hati sesama teman.
Yang paling seru saat mengikuti pertemuan kelompok (encounter group).
Residen dibagi dalam kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang secara bergantian diberi kesempatan mengeluarkan unek-uneknya.
Misalnya, saya kurang suka terhadap seorang teman, saya boleh marah sambil ber- teriak-teriak, asal tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh atau yang berbau SARA.
lbu Nuryani lalu menghimpun berbagai data dari internet dan buku-buku sampai ia mendapatkan satu alamat di Malaysia.
Segera lbu Nuryani mengirim anaknya ke Yayasan Pengasih di Kuala Lumpur, Malaysia, selama satu tahun.
Informasi yang didapatnya pun disebarluaskan lewat media massa.
Banyak orang tua yang anaknya korban narkoba menghubunginya.
"Saya tekankan kepada mereka agar tida menganggap itu sebagai aib yang harus ditutup-tutupi.
Akhirnya, karena kami sering berkumpul, timbullah ide untuk membentuk yayasan serupa di sini," ungkapnya.
EM 48 terapi komunitas Bangunannya biasa-biasa saja, tetapi halamannya cukup luas.
Saya bersujud, tak terasa air mata mengalir
Di situ saya diperkenalkan dengan para residen (sebutan untuk penghuni rumah rehabi- litasi) dan bergabung dengan lima teman putri yang berlainan usia di dalam satu kamar.Saya sempat stres Mau diapakan lagi di sini? Saya tak berani banyak bicara dengan mereka.
Kalau bukan sesama pemakai, biasanya pem- bicaraan tidak akan nyambung Di sini, sedikit demi sedikit mental saya dibenahi.
Caranya, saya diberi tanggung jawab untuk melakukan beberapa pekerjaan, seperti menyapu, mengepel, membersihkan ruangan, memasang seprei atau mencuci peralatan makan.
Pekerjaan itu akan dinilai oleh para senior yang juga bekas pecandu.
Jika dalam mengerjakan pekerjaan itu saya membuat kesalahan, mereka akan memberitahukan cara yang benar.
Semula saya berpikir di tempat seperti ini hanya akan bertahan paling lama satu setengah bulan.
Tetapi ketika saya mengatakan akan pulang, seorang teman bernama Sisi yang usianya baru 15 tahun malah menasihati.
"Untuk apa pulang? Nanti Mbak Karin bertemu dengan bandar lagi dan pasti ingin mengisap putaw lagi.
Di sini, Mbak bisa berbagi cerita dengan kami.
Bisa mengeluarkan unek-unek.
Kami pasti akan membantu.
Mbak harus sembuh, lupakan putaw.
Mbak harus sayang sama keluarga," katanya.
Ada semacam optimisme yang ditawarkan oleh Sisi yang membuat saya terus berpikir dan segera menetapkan hati.
"Saya harus sembuh.
Mereka bisa, mengapa saya tidak?" Begitu pula saat sakaw, mereka terus menuntut saya agar tetap sibuk, atau mengajak shalat bersama.
"Sujudlah sambil minta pertolongan kepada Allah agar kamu dijauhi dari rasa sakaw," kata seorang teman yang lain.
Itulah doa yang sering 49 Pengobalan alternali saya ucapkan di sini.
Sebait doa yang sebelumnya tidak pernah saya ucapkan.
Saya bersujud, tak terasa air mata mengalir
Saya bersujud, tak terasa air mata mengalir.Diberdayakan oleh Teman Senasib Setelah komunikasi dengan residen yang lain terjalin, saya jadi bersemangat.
Bukan hanya mengerjakan pekerjaan harian, tetapi juga bersemangat untuk berkumpul, bertukar pikiran, dan berbagi pengalaman.
Setiap pagi, pukul 08.00 sampai dengan 09.00 kami (kira-kira 20 orang) dikumpulkan di ruangan yang agak besar.
Pada sesi ini, kami boleh berbicara dari hati ke hati sesama teman.
Yang paling seru saat mengikuti pertemuan kelompok (encounter group).
Residen dibagi dalam kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang secara bergantian diberi kesempatan mengeluarkan unek-uneknya.
Misalnya, saya kurang suka terhadap seorang teman, saya boleh marah sambil ber- teriak-teriak, asal tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh atau yang berbau SARA.
Comments
Post a Comment